Selasa, 18 September 2012

Tugas Perilaku Keorganisasian


Ratusan Tukang Tahu dan Tempe Sukoharjo Demo

TEMPO.CO, Sukoharjo -- Ratusan pengusaha tahu dan tempe di Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, menggelar aksi demo di bundaran Kartasura, Rabu, 25 Juli 2012. Mereka juga bersepakat untuk mogok produksi selama dua hari.

Aksi tersebut digelar di persimpangan yang menjadi jalur utama dari Solo menuju Semarang dan Yogyakarta. Meski tidak sampai membuat macet, aksi ratusan perajin itu menyebabkan lalu lintas menjadi tersendat. Bahkan kendaraan besar, seperti bus dan truk, terpaksa dialihkan melalui jalur yang lain.


Selain membawa berbagai poster dan spanduk, peserta aksi juga membawa peralatan produksi mereka, seperti ember besar dan drum. Peralatan itu ditabuh bertalu-talu sehingga aksi demonstrasi itu menjadi meriah.

Sekretaris Paguyuban Perajin Tahu Tempe Wijaya Kusuma Kartasura, Suradi Cokro Ismoyo, menyebutkan bahwa aksi tersebut merupakan bentuk protes terhadap pemerintah yang gagal dalam mengatur harga kedelai. “Harga kedelai yang diserahkan pada mekanisme pasar membuat usaha ini tidak memiliki kepastian,” katanya di sela-sela aksi demo.

Menurut dia, para perajin tahu-tempe di Kartasura juga sudah sepakat untuk menghentikan produksi selama dua hari. Langkah tersebut terpaksa ditempuh lantaran produk mereka tidak laku di pasaran. “Jika memaksakan berproduksi, perajin justru bakal merugi,” katanya. 

Dia mengungkapkan, selama ini, perajin biasa membeli kedelai seharga Rp 5.000 per kilogram. “Saat ini sudah mendekati Rp 8.000 tiap kilogramnya,” kata Suradi. Kondisi tersebut menyebabkan biaya produksi melambung.

Kartasura selama ini menjadi salah satu penghasil tahu dan tempe di Sukoharjo. Menurut Suradi, terdapat 150 usaha pembuatan tahu dan tempe dari berbagai skala yang tersebar di empat desa. “Jika harga kedelai tidak segera turun, kami akan mengajak perajin dari kecamatan lain untuk menggelar aksi besar,” kata Suradi.

Salah seorang perajin lain, Sumaryono, mengaku, selama beberapa hari terakhir, mereka menyiasati dengan memperkecil ukuran tempe yang diproduksi. Hanya, cara tersebut justru menimbulkan kekecewaan dari konsumen. “Pemerintah sepertinya hendak membenturkan kami dengan masyarakat selaku konsumen,” kata perajin asal Desa Purwogondo tersebut.


sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar